Keyakinan bahwa Allah akan mengganti setiap kejelekan yang ditinggalkan oleh hambaNya itu di berbagai lapisan masyarakat tampaknya mulai memudar. Apa yang terjadi di berbagai tempat dan di banyak bidang pekerjaan adalah ketidakyakinan, keraguan, atau bahkan –na’udzubillah- ketidakpercayaan terhadap janji Allah yang disampaikan melalui lisan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihatlah betapa mudahnya orang menerima atau bahkan mencari rezeki haram karena takut tidak mendapatkan rezeki halal. Orang yang menyuap misalnya sering mengatakan “kalau tidak begini kita tidak akan mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.” Sebuah lembaga kadang rela mengeluarkan biaya pelicin untuk mendapatkan sumbangan dengan dalih “Jika tidak mengeluarkan biaya pelicin maka tidak akan dapat sumbangan.” Tidak jarang pekerja wanita rela melakukan hal haram dengan membuka aurat juga dengan alasan “Kalau tidak begini, darimana kita dapat pekerjaan dan darimana bisa makan?” Pengusaha proyek bangunan pun memiliki alasan yang sama “harus ada uang pelicin atau tidak mendapatkan proyek.”
“Apakah setelah melakukan pekerjaan haram itu lantas mereka mendapatkan sumbangan, pekerjaan, harta?” Tentu jawabannya hampir bisa dipastikan “ya.” Faktanya memang benar bahwa dengan melakukan perbuatan – perbuatan haram itu mereka mendapatkan apa yang mereka harapkan. Hanya saja jika pertanyaannya adalah “apakah dengan melakukan pekerjaan haram itu mereka akan mendapatkan yang halal dan baik?” Maka jawaban jujur dari hati yang tidak pernah berbohong pasti berbunyi “Tidak.” Bukankah telah jelas tentang halal dan haram? Bukankah juga telah jelas peraturan negara tentang larangan suap dalam segala bidang? Akhirnya harus diakui bahwa memudarnya keyakinan akan datangnya balasan yang lebih baik bagi orang yang meninggalkan kejelekan adalah fakta telanjang.
Orang – orang yang masih memiliki iman pasti akan memberontak dengan keras perilaku – perilaku yang merendahkan janji Allah yang tidak mungkin Dia ingkari. Jiwa – jiwa yang tenang dalam keimanan pasti akan bertanya – tanya bagaimana mungkin janji Allah yang begitu mulia diabaikan begitu saja hanya demi membela kepentingan hawa nafsu duniawi fana? Sekali lagi perhatikan perkataan sebagian orang “kalau tidak nyogok begini kita tidak akan mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.” “Jika tidak mengeluarkan biaya suap maka tidak akan dapat sumbangan.” “Kalau tidak membuka aurat begini, darimana kita dapat pekerjaan dan darimana bisa makan?” “Harus ada uang pelicin atau tidak mendapatkan proyek.”
Islam juga memerintahkan agar di dalam mencari rizki itu dengan cara yang baik dan halal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah.” (QS Al-Baqarah: 172). Dalam ayat lain, artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah syetan, karena syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 168). Astaghfirullah, Sudah begitu hebatkah manusia ini sehingga sebagian mereka diperlakukan bak tuhan yang mampu mendatangkan rezeki? Sudah begitu hebatkah manusia ini sehingga sebagian lain dari mereka tidak merasa nikmat dengan kebaikan yang akan datang dari Allah?
Banyak orang jungkir-balik bekerja dan mengumpulkan harta demi sesuap nasi, meski harus mengambil dan mendapatkan makanan haram yang sangat dilarang oleh agama. Padahal gara-gara makanan, doa kita bisa tidak diterima oleh Allah. Ibnu Abbas berkata bahwa Sa'ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah." Apa jawaban Rasulullah SAW, "Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya." (HR At-Thabrani)
“Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu memakan harta-harta saudaramu dengan cara yang batil, kecuali harta itu diperoleh dengan jalan dagang yang ada saling kerelaan dari antara kamu. Dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu, karena sesungguhnya Allah maha belas-kasih kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan sikap permusuhan dan penganiayaan, maka kelak akan Kami masukkan dia ke dalam api neraka.” (an-Nisa’:29-30)
Dalam Al-Quran disebutkan, "Katakanlah, terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan oleh Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. "Katakanlah, "Adakah Allah telah memberikan izin kepadamu (dalam persoalan mengharamkan dan menghalalkan) atau kamu hanya mengada-adakan sesuatu terhadap Allah?" (Surah Yunus, 10: 59)
Di bawah ini beberapa dampak makanan haram yang masuk ke perut kita, sebagaimana banyak diungkapkan di hadis dan Al-Quran;
5 Dampak Langsung
- Tidak Diterima Amalan
Rasulullah saw bersabda, "Ketahuilah bahwa suapan haram jika masuk ke dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari." (HR At-Thabrani).
- Tidak Terkabul Doa
Sa'ad bin Abi Waqash bertanya kepada Rasulullan saw, "Ya Rasulullah, doakan saya kepada Allah agar doa saya terkabul." Rasulullah menjawab, "Wahai Sa'ad, perbaikilan makananmu, maka doamu akan terkabulkan." (HR At-Thabrani). Disebutkan juga dalam hadis lain bahwa Rasulullah saw bersabda, "Seorang lelaki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan, "Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!" Padahal makanannya haram dan mulutnya disuapkan dengan yang haram, maka bagaimanakah akan diterima doa itu?" (HR Muslim).
- Mengikis Keimanan Pelakunya
Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang mukmin." (HR Bukhari Muslim).
- Mencampakkan Pelakunya ke Neraka
Rasulullah saw bersabda, "Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya." (HR At Tirmidzi).
- Mengeraskan Hati
Imam Ahmad ra pernah ditanya, apa yang harus dilakukan agar hati mudah menerima kesabaran, maka beliau menjawab, "Dengan memakan makanan halal." (Thabaqat Al Hanabilah : 1/219).
At Tustari, seorang mufassir juga mengatakan, "Barangsiapa ingin disingkapkan tanda-tanda orang yang jujur (shiddiqun), hendaknya tidak makan, kecuali yang halal dan mengamalkan sunnah," (Ar Risalah Al Mustarsyidin : hal 216).
4 Dampak Tidak Langsung
- Haji dari Harta Haram Tertolak
Rasulullah saw bersabda, "Jika seorang keluar untuk melakukan haji dengan nafaqah haram, kemudian ia mengendarai tunggangan dan mengatakan, "Labbaik, Allahumma labbaik!" Maka yang berada di langit menyeru, "Tidak labbaik dan kau tidak memperoleh kebahagiaan! Bekalmu haram, kendaraanmu haram dan hajimu mendatangkan dosa dan tidak diterima." (HR At Thabrani)
- Sedekahnya ditolak
Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa mengumpulkan harta haram, kemudian menyedekahkannya, maka tidak ada pahala, dan dosa untuknya." (HR Ibnu Huzaimah)
- Shalatnya tidak diterima
Dalam kitab Sya'bul Imam disebutkan, " Barangsiapa yang membeli pakaian dengan harga sepuluh dirham di antaranya uang haram, maka Allah tidak akan menerima shalatnya selama pakaian itu dikenakan." (HR Ahmad)
- Silaturrahminya sia-sia
Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa mendapatkan harta dari dosa, lalu ia dengannya bersilaturahim (menyambung persaudaraan) atau bersedekah, atau membelanjakan (infaq) di jalan Allah, maka Allah menghimpun seluruhnya itu, kemudian Dia melemparkannya ke dalam neraka. Lalu Rasulullah saw bersabda, " Sebaik-baiknya agamamu adalah al-wara' (berhati-hati)." (HR Abu Daud).
Dampak Negatif Uang Haram
Kepada Anda sekalian saya tegaskan, apabila di rumah terdapat makanan haram yang dimakan, atau makanan tersebut berasal dari hasil riba, korupsi, merampok milik masyarakat, pendek kata harta yang haram, maka rumah Anda tidak akan disinggahi malaikat. Lebih dari itu, rumah Anda akan dibalut kobaran api. Malaikat di langit melihat bahwa rumah menyaksikan isteri dan anak-anak yang tidak berdosa itu tengah melahap api, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka ini menelan api ke dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.” (An-Nisa’ : 10)
Dalam pandangan Al-Qur’an, yatim merupakan misdaq yang besar. Dan Al-Qur’an senantiasa mengemukakan misdaq (perwujudan) yang besar sebagai contoh. Jadi, makna ayat di atas adalah barang siapa menyantap makanan yang berasal dari harta yang haram, sesungguhnya telah melahap api. Sehubungan dengan ayat ini, Imam Shadiq menyatakan bahwa sebagian orang selain memang tidak membayar khumus, mereka malah memakannya; mereka tidak memberi zakat, malah memakan uang zakat yang tidak diberikan tersebut; makanan tersebut berasal dari uang raswah (korupsi / sogok), riba, menipu, berjudi, dengan jalan yang haram, dan kemudian mereka menyantapnya.
Terhadap mereka, Al-Qur’an menyatakan, “Janganlah engkau berfikir engkau memakan makanan, tidak, engkau sebenarnya memakan api.” Siapakah yang sanggup melihat kenyataan semacam itu?! Hanya orang-orang yang benar-benar memiliki mata saja yang sanggup melihatnya, yakni orang yang memiliki mata bashirah (mata batin). Rumah yang di dalamnya khumus tidak diberikan, malah kemudian menghidangkan makanan darinya, sebenarnya tengah menyalakan kobaran api. Kala itu, isteri dan anak-anaknya sedang melahap api tersebut. Kapankah dirinya akan melihat kenyataan menyeramkan semacam itu? “Maka Kami siapkan darinya tabir (yang menutup) matanya, pada hari itu penglihatanmu menjadi sangat tajam.” (Qaf : 22)
Daging dan makanan yang dihidangkan di dunia, pada hari kiamat kelak akan menjelma menjadi api jahanam. Pada hari kiamat, makanan inilah yang kelak dihidangkan dan harta haram tersebutlah yang disantapnya. Celakalah anak dan isterinya. Anak-anak yang besar dalam rumah tersebut sangat sulit menjadi orang-orang yang berhasil. Pada kenyataannya, semua penghuni rumah tersebut melahap hidangan (haram ataupun yang bersumber dari penghasilan yang haram) yang diberikan sang suami. Pada hari kiamat nanti, isterinya akan menjadi musuh dan menggugatnya, “Engkau tak tahu diri, mengapa engkau memberikan api kepada kami?” “Isteriku, bukankah engkau yang memintaku untuk tidak memberikan khumus?” “Tetapi kenapa engkau suapkan api kepada kami? Seharusnya engkau memberikan harta yang halal kepada kami.” Anak-anaknya pun akan menggugatnya, “Mengapa engkau memberikan api kepada kami? Jadinya, kami tidak bisa beribadah dan malah menjadi pemuja dosa. Dengan harta haram yang engkau berikan, engkau telah merenggut kebahagiaan kami.”
Dalam riwayat dikatakan bahwa orang-orang yang akan ditimpa kesialan yang amat sangat di hari kiamat adalah orang-orang yang berusaha mati-matian siang dan malam untuk menghidupi anak-isterinya, tetapi di hari kiamat nanti, isteri dan anak-anaknya justru akan menjadi musuh. Ia dimusuhi, dikutuk, dan dicerca, “Ya Allah, kembalikanlah balasan kepadanya. Uang khumus yang tidak dibayarkan namun diberikan kepada kami, yang kemudian kami memakannya, uang haram yang diberikan, yang kemudian kami memakannya, telah menjadikan hati kami keras seperti batu. Ya Allah, berilah balasan kepadanya!” “Dan kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqan: 23)
Ayat ini mengungkapkan bahwa kendati seseorang beribadah dengan baik, melaksanakan shalat, puasa, haji, ziarah, pergi ke Karbala, pergi ke jalasah Imam Husain yang fadhilahnya lebih tinggi dari semuanya, dan aza’ (berduka atas Imam Husain) yang keutamaannya sebagaimana dikatakan Imam Shadiq, “Demi Allah, ibadah ini akan bersinar, dan seperti kain putih akan memaasuki Mahsyar,” namun hanya dikarenakan uang haram yang dimakannya, uang orang lain yang dimakannya secara tidak legal, maka semua amalnya tersebut akan raib. Terhadap orang yang mengharapkan pertolongan, ia senantiasa mengulurkan tangannya. Namun tatkala tidak mampu, dirinya malah mempermainkan harta selainnya.
Dikatakan bahwa orang semacam inilah yang memberikan makanan yang dihasilkan dari pekerjaan haramnya kepada anak dan isterinya. Isteri dan anak-anaknya yang pada dasarnya tidak mengetahuinya, tentu akan menyantapnya dengan tenang dan bahagia. Namun, sekarang mereka justru menuntut kembali; amal (kebaikan) nya harus diberikan kepada mereka. Sementara si suami sendiri harus berjalan menuju ke jahanam tanpa amal secuil pun. Al-Qur’an mengatakan, “Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan.” Mereka membawa amal baik ke Mahsyar, “Lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” Semua amalnya seketika itu raib dan sirna. Hak-hak yang dimiliki manusia sangatlah berat. Berhati-hatilah Anda terhadapnya. Ketahuilah, apabila di rumah Anda terdapat barang yang haram, niscaya rahmat dan berkah Ilahi akan hengkang. Akhirnya anak Anda yang dulunya Anda sayangi, di akhirat kelak justru akan berbalik mengutuk Anda. Hasilnya, Anda pun akan terhempas ke dalam jahanam.
By : Cutt Iswahyuni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar