Kita telah mengetahui Al-Qur’an itu diturunkan secara berangsur-angsur. Rasulullah menerima Al-Qur’an melalui malaikat Jibril kemudian beliau ,membacakan serta. mendiktekannya kepada para sahabat yang mendengarkannya.
Pada periode pertama sejarah pembukuan Al-Qur’an dapat dikatakan bahwa setiap ayat yang diturunkan kepada Rasulullah selain beliau hafal sendiri juga dihafal dan dicatat oleh para sahabat. Dengan cara tersebut Al-Qur’an terpelihara di dalam dada dan ingatan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Qiyamah 17 :
Artinya :
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai,) membacanya.
Ayat di atas memeberikan petunjuk kepada kita bahwa al-qur’an itu dijamin kemurniannya dan terpelihara serta terkumpul dengan baik sejak saat turunnya sampai sekarang ini. Pengumpulan ayat Al-Qur’an ini dibantu oleh para sahabat, setiap ayat turun langsung dicatat pada pelepah kurma, kulit binatang, bahkan pada tulang-belulang hewan. Kelompok pencatat Al-Qur’an ini cukup banyak, sebagaimana diriwayatkan sebuah hadis yang berbunyi :
Artinya :
Ambillah (pelajarilah) Al-Qur’an itu dari tempat orang (sahabatku): Abdullah ibnu Mas’ud, Salim, Muadz ibnu Jabal dan Ubay bin Kaab. (H.R Bukhari).
Tugas mencatat wahyu itu telah selesai semuanya menjelang wafatnya Rasulullah SAW. Semua naskah yang berserakan itu telah terkumpul dan terpelihara dengan baik, akan tetapi belum disusun dalam satu mushaf.
Pada waktu Abu Bakar diangkat menjadi khalifah beliau segera memerintahkan agar naskah yang tersimpan di rumah Rasulullah disalin dan disusun kembali. Pekerjaan ini dilakukan setelah terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan meninggalnya 70 orang penghafal Al-Qur’an, dan setelah musailamah Al-Kazzab sebagai Nabi palsu dihancurkan. Gagasan mengumpulkan Al-Qur’an pada masa itu adalah dari sahabat Umar ibnu Khattab. Umar merasa khawatir akan hilangnya sebagian Al-Qur’an dari penghafalnya yang telah gugur dalam pertempuran.
Demikianlah khalifah Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit, penulis suhuf-suhuf di zaman Rasulullah untuk mengumpulkan suhuf-suhuf Al-Qur’an baik yang terdapat pada pelepah kurma, tulang hewan maupun dari para penghafal Al-Qur’an yang masih hidup. Dengan demikian kaum muslimin pada saat itu sepakat meyakini, bahwa mushaf Abu Bakar adalah mushaf Al-Qur’an yang sahih yang diakui oleh semua sahabat tanpa ada yang membantah.
Pada masa Urnar bin Khattab tidak ada lagi kegiatan dalam rangka mengumpulkan A1-Qur’an oleh karena itu pada masa ini Khalifah Umar menitik beratkan kegiatannya pada penyiaran agama Islam. Pada masa Khalifah Usman bin Affan wilayah kekuasaan Islam sudah semakin luas, oleh sebab itu semakin beraneka ragam pula bangsa-bangsa bukan Arab yang memeluk Agama Islam. Maka timbul lagi persoalan yang berhubungan dengan kitab suci Al-Qur’an Salah seorang sahabat yang bernama Hudzaifah ibnu Yaman yang baru pulang dari pertempuran. melaporkan kepada Khalifah Usman bahwa timbul perbedaan pendapat tentang qiraat (bacaan) Al-Qur’an di kalangan kaum muslimin, bahwa setiap kabilah mengaku bacaannya adalah Yang paling baik dibanding bacaan kabilah yang lain.
Hudzaifah mengusulkan kepada khalifah agar segera diambil kebijaksanaan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut, sebelum terjadi pertengkaran tentang kitab suci Al Qur’an di antara mereka seperti yang terjadi pada orana Yahudi dan Nasrani tentang Taurat dan Injil. Usul itu segera diterima Khalifah Usman segera mengirim utusan untuk meminta mushaf kepada Hafsah yang disimpan di rumahnya untuk disalin (diperbanyak). Untuk memperbanyak mushaf ini kembli khalifah Usman menunjuk Zaid sebagai ketuanya dengan anggota-anggotanya Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits. Setelah selesai memperbanyak mushaf, maka Usman menyerahkan kembali mushaf yang asli kepada Hafsah. Kemudian lima mushaf lainnya dikirim kepada penguasa di Mekah, Kuffah, Basrah dan Suriah, dan salah satunya dipegang oleh Khalifah Usman bin Affan sendiri.
Demikianlah sejak saat itu mushaf Al Qur’an tersebut dinamai mushaf al Imam atau lebih dikenal dengan mushhaf Utsmany, karena disalin pada masa khalifah Usman bin Affan. Dan mushaf Ustmany inilah yang sampai di tangan kita pada hari ini.
Allah berfirman :
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (Al-Hijr : 9)
Jika kita memperhatikan sejarah proses penghafalan, pencatatan, pengumpulan serta pembukuan Al-Qur’an dari masa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam sampai pada masa sahabat di atas dan dikorelasikan dengan ayat Allah dalam surat Al-Hijr:9 tersebut di atas, menunjukkan bahwa proses tersebut adalah manifestasi dari janji Allah dalam memelihara Al-Qur’an dan tentunya orang-orang yang terlibat dalam proses ini di awal-awal Islam adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah sebagai alat pemelihara kitab yang diturunkan-Nya melalui Rasul-Nya yang kemudian tugas yang mereka emban adalah menyampaikannya ke seluruh pelosok dunia dan generasi berikutnya. Suatu hal yang teramat terang benderang bahwa Allah telah memberikan sifat keadilan kepada orang-orang tersebut dalam menyampaikan/mentransfer Al-Qur’an ini ke generasi berikutnya. Yang perlu digarisbawahi juga bahwa Allah bukan hanya memelihara lafaz-lafaz Al-Qur’an tetapi juga memelihara makna-makna yang terkandung di dalamnya yang telah dijabarkan melalui lisan
Rasul-Nya dan telah disampaikan juga oleh para sahabat ke generasi berikutnya dengan adil.
Antithesis-nya adalah jika ada orang yang pada hari ini masih meragukan keadilan generasi awal Islam dalam menyampaikan risalah langit ini ke generasi berikutnya maka mereka telah menentang fakta, akal sehat dan ayat-ayat yang terang benderang sehingga perlu dipertanyakan keislaman mereka. Jika ada orang yang pada hari ini berkeyakinan bahwa sebagian mereka para sahabat adalah perampas hak kekhalifahan karena menurut mereka kekhalilafahan adalah wasiat Allah dan Rasul-Nya hanya untuk Ali radhiyallahu ‘anhu semata sepeninggal Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam maka berarti orang-orang ini telah menuduh mereka yang telah dilibatkan Allah dalam proses pengumpulan dan pengkodifikasian Al-Qur’an (Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum) sebagai orang-orang yang fajir, tidak jujur, tidak adil dan berkhianat terhadap wasiat Allah dan Rasul-Nya karena mereka-lah yang menjabat kekhalifahan sepeninggal Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam. Dari sini saja kita bisa menilai bahwa tuduhan mereka ini adalah absurd, penuh kontradiksi dan bertentangan dengan fakta yang ada.
Justru atas kehendak Allah ketiga sahabat tersebut sepeninggal Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam terpilih menjabat sebagai khalifah yang mempunyai wewenang pengambilan keputusan dan salah satu keputusan yang paling besar yang mereka telah ambil atas petunjuk Allah adalah keputusan untuk mengumpulkan dan mengkofikasi Al-Qur’an dalam satu mushaf di masa pemerintahan mereka sehingga Al-Qur’an pun terpelihara dan janji Allah pun terpenuhi.
Silahkan direnungkan…
Wassalam
By : Cutt Iswahyuni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar